rpm-ftui

27/12/2016 10:18 Authored By: Administrator

Kabar Depok.Com – Maraknya tenaga pendingin yang melahirkan kerusakan bagi lingkungan terutama efek rumah kaca yang di hasilkan. Membuat Prof Idrus terus berupaya melakukan karya sehingga berkerja sama dengan Jepang dan melahirkan Tehnologi ramah lingkungan  yang di kenal solar thermal energy yang menggunakan tenaga panas atau matahari.

Prof. Muhammad Idrus Alhamid, koordinator tim pembuat energy mengatakan,Pemanfaatan energi panas matahari (solar thermal energy) di Indonesia belum maksimal. Umumnya hanya dipakai untuk mesin pemanas atau menjadi sumber aliran listrik. Tapi, di tangan dosen Fakultas Teknik UI Prof. Muhammad Idrus Alhamid dan tim, sinar matahari bisa menjadi AC ramah lingkungan.

Pelataran kompleks Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI) di Depok, Jawa Barat, sekarang terlihat sesak. Sebab, seperangkat solar thermal cooling system (STCS) berukuran jumbo didirikan di areal itu. Total lahan yang dipakai guna menempatkan peralatan untuk menangkap sinar matahari itu kira-kira seukuran lapangan bola voli.

“Jadi kita pakai lahan ini dan semuanya kita gunakan Matahari ato panas untuk mengembangkannya,” ujar Idrus

Selain itu alat yang diletakkan di lantai paling atas gedung MRC itu bernama solar heat panel. Komponennya terdiri atas rangkaian tabung seukuran betis orang dewasa dengan panjang sekitar satu meter. Tabung-tabung itu disusun menjadi 61 rangkaian. Setiap rangkaian berisi 16 tabung kaca. Jadi total tabung penangkap energi matahari itu berjumlah 61 x 16=976 buah.

“Di setiap tengah tabung kosong ini ada tembaganya,"

Di samping itu Prof Idrus juga menjelaskan  komponen SAC berfungsi sebagai pengganti kompresor dalam teknologi pendingin udara (AC) konvensional. Kompresor pada AC merupakan komponen yang paling banyak menyedot listrik.

“Ketika kompresor itu diganti teknologi yang ramah lingkungan ini, penggunaan listrik bisa dipotong hingga 50 persen,” ujarnya

Lanjut Idrus harus diakui, STCS tidak bisa lepas 100 persen dari energi listrik. Sebab, listrik masih dibutuhkan untuk menghidupkan pompa air yang menjalankan fungsi sirkulasi air dari dan menuju solar heat panel.Setelah diolah di dalam SAC, air panas itu dialirkan ke gedung-gedung atau ruangan yang ingin didinginkan suhunya. Alat itu bisa menurunkan suhu udara ruangan hingga 16 derajat Celsius.

Idrus menghitung, jika menggunakan energi listrik penuh untuk AC dan penerangan, gedung MRC menghasilkan emisi gas buang CO2 hingga 183 ton per tahun. Tapi, dengan teknologi STCS, emisi CO2 yang dihasilkan bisa direduksi hingga menjadi 141 ton per tahun.

“Ini baru perhitungan satu gedung yang menggunakan STCS. Bayangkan jika gedung-gedung bertingkat di Jakarta menggunakan STCS,” Tutupnya.

Artikel yang dimuat dalam web ini adalah bagian dari Program Insentif Promosi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat oleh Dosen FTUI di Media Massa.

Sumber: kabardepok.com