11/10/2022 15:20 Authored By: Administrator
Warga penyandang disabilitas memiliki hak, seperti warga biasa; untuk masuk, berkunjung dan belajar ke museum. Untuk itu, museum perlu dikelola sedemikian rupa agar dapat memberikan akses yang nyaman dan aman bagi kaum penyandang disabilitas. Hal ini menjadi perhatian Tim Pengabdian Masyarakat FTUI dari Departemen Arsitektur. Bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Kebudayaan, Tim Pengmas FTUI menggelar Forum Discusion Group (FGD) di Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng (24/8/2022).
Kegiatan FGD ini diikuti oleh pengelola Museum di Buleleng, SLBN 1 Singaraja dan sejumlah awak media. FGD ini memiliki tujuan meningkatkan pelayanan pengelola museum kepada masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas yang berkunjung ke museum-museum yang ada di Buleleng seperti Museum Lontar Gedong Kirtya, Museum Buleleng dan Museum Soenda Ketjil.
Kadis Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Bapak Nyoman Wisandika menjelaskan, “Selama ini pengelola museum di Buleleng selalu memberikan layanan kepada pengunjung agar museum bisa menyenangkan bagi semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas akan tetapi mungkin belum cukup memuaskan. Kami terus mencari cara agar pelayanan ini dapat terus ditingkatkan. Gayung bersambut, atas inisiasi Tim Pengmas FTUI, tiga museum di Buleleng dijadikan pilot project dalam peningkatan layanan kepada penyandang disabilitas.”
FGD dilakukan bersama pengelola tiga museum di Buleleng, yakni Museum Lontar Gedung Kirtya, Museum Buleleng dan Museum Soenda Ketjil, bersama pihak SLB N 1 Singaraja dengan materi berkaitan dengan desain dan inklusi untuk pengunjung dengan disabilitas. Pada periode bulan September-Nopember 2022, akan diadakan pelatihan peningkatan pemahaman pengelolaan museum.
Ketua Tim Pengmas UI yang juga merupakan Dosen Departemen Arsitektu FTUI, Nevine Rafa Kusuma, S.Ars., M.A. dalam diskusinya mengatakan, ”FGD ini bertujuan untuk mengumpulkan permasalahan, kendala yang dihadapi serta sarana dan prasarana pengelola museum terkait pelayanan kepada penyandang disabilitas di Buleleng. Kendala-kendala ini kami rangkum dulu dalam FGD ini. Kami juga melakukan observasi ke lapangan serta memberikan pelatihan kepada pengelola museum secara online sampai bulan Nopember ini.”
Revine menjelaskan bahwa sesuai definisi Icom Museum 2022, inklusi dan aksesiblitas museum harus memadai bagi semua kalangan. Inklusi dan aksesibilitas terdiri dari fasilitas museum, tata pamer dan media informasi koleksi, program edukasi dan program publik museum serta representasi dalam koleksi dan tata pamer museum.
”Output kegiatan pengmas kami adalah rekomendasi kepada institusi terkait berupa buku untuk ditindak lanjuti terkait hal-hal yang perlu ditingkatkan, baik sisi konten, media, sarana dan prasarana, sehingga inklusi dan aksesibilitas pengunjung terpenuhi,” jelasnya.
Dari Diskusi itu, Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 1 Singaraja Made Winarsa menyambut baik usulan-usulan yang disampaikan oleh Tim Pengmas FTUI. “Anak didik kami yang berkebutuhan khusus, membutuhkan pelayanan di museum seperti media khusus audio visual dan bahasa isyarat. Akses khusus bagi pengunjung penyandang disabilitas serta penerangan yang memadai, dapat memberikan kenyaman, ketenangan serta rasa senang bagi anak didik kami ataupun pengunjung penyandang disabilitas lainnya dalam menikmati museum.”
Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Sumber: FTUI